Tiktok Jadi Hiburan Saat Pandemi: Hati-hati Buat Kecanduan!

Anak kecil menari tarian Tiktok (dok. klikdokter.com)

 

“Bermain TikTok dapat meningkatkan eksistensi dan kepercayaan diri, namun bisa menyebabkan kecanduan,” ungkap Hanggari Deasy Rufaida, M.Psi., seorang Psikolog Klinis di Puskesmas Gondokusuman 1 Yogyakarta.

 

Pandemi Covid-19 mengakibatkan perubahan dalam masyarakat, salah satunya perubahan hobi. Bermain TikTok merupakan hobi yang booming kembali saat Pandemi Covid-19. Menurut Deasy, TikTok sedang banyak digemari, khususnya anak remaja yang kekinian. Berdasarkan pengamatannya, orang cenderung menggunakan aplikasi TikTok ini untuk bersenang-senang melakukan hobinya. Namun, ada juga yang memanfaatkan TikTok sebagai hal yang lebih bermanfaat, seperti melakukan promosi produk.

 

Dilihat dari sisi psikologis, menggunakan TikTok merupakan kesempatan untuk menunjukkan eksistensi. Selain itu, pengguna juga ingin terlihat percaya diri dan nampak lebih dari yang lainnya.

 

“Sisi psikologisnya, pengguna ingin menampakkan eksistensi dan kepercayaan diri, dalam bahasa psikologis lebih ke arah narsistik. Memang kalau ke arah narsistik perlu ditinjau secara spesifik, namun secara umum mengarah pada eksistensi,” kata Deasy.

 

Menurut Deasy, dampak positif bermain TikTok yaitu menunjukkan eksistensi dan kepercayaan diri. Meskipun melalui aplikasi dan tidak tatap muka setidaknya pengguna TikTok bisa selangkah lebih maju dalam hal kepercayaan diri. Selain itu, pengguna bisa menyalurkan hobi menari, berakting, dan bernyanyi, juga bisa menambah relasi pertemanan.

 

Selain dampak positif, bermain TikTok juga memiliki dampak negatif jika tidak dipergunakan semestinya. Deasy menjelaskan, kekhawatiran yang timbul akibat bermain TikTok adalah kecanduan.

 

“Kalau sekali-dua kali tidak apa-apa. Tetapi takutnya ketagihan lalu jadi malas belajar dan prioritas tidak dijalankan. Remaja juga bisa jadi cuek dengan realitas akibat terlalu sibuk dengan dunia maya,” lanjut Deasy.

 

Bukan hanya itu, menurutnya bermain TikTok juga bisa menyebabkan kesenjangan sosial. Kesenjangan bisa terjadi saat dirinya asyik menunjukkan eksistensinya, kemudian remaja lain yang melihat menjadi iri bahkan insecure. Namun kembali lagi kepada individu yang melihat, bisa menjadi insecure atau jadi motivasi.

 

Deasy mengatakan, dari segi psikologis, usia yang cocok bermain TikTok adalah usia 17 tahun ke atas. Hal ini dikarenakan potensi kecanduan anak lebih tinggi, sedangkan usia 17 tahun ke atas dianggap sudah lebih bisa mengatur prioritas. Ia menghimbau orang tua untuk selalu memantau anaknya yang sedang bermain TikTok karena di TikTok banyak konten yang tidak sesuai untuk dilihat anak-anak.

 

“Menurut saya, alangkah baiknya aplikasi ini digunakan untuk hal-hal yang berbau positif. Seperti promosi produk, berbagi ilmu, kalimat motivasi, juga mengajak beribadah,” pungkas Deasy.

 

LALA DILA PRADINI

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama